Mantang Bintang Liga Inggris Denis Law Meninggal Dunia

Mantang Bintang Liga Inggris Denis Law Meninggal Dunia

Mantang Bintang Liga Inggris Denis Law Meninggal Dunia –  Dunia sepak bola, khususnya di Inggris, berduka atas kepergian mantan bintang legendaris, Denis Law, yang meninggal pada usia 84 tahun. Law dikenal sebagai salah satu pemain ikonik yang mengukir prestasi luar biasa bersama dua klub besar, Manchester United dan Manchester City.

Mantang Bintang Liga Inggris Denis Law Meninggal Dunia

Mantang Bintang Liga Inggris Denis Law Meninggal Dunia

 

islschedule – Selama perjalanan kariernya, Denis Law berhasil meraih dua gelar Liga Inggris bersama Manchester United. Ia juga berperan penting dalam tim yang menjuarai Piala Champions pada tahun 1968 di bawah asuhan pelatih Sir Matt Busby, menjadikannya klub Inggris pertama yang meraih prestasi bergengsi tersebut.

Law, yang dijuluki “The King” dan “The Lawman,” menghabiskan 11 tahun berkarier di Old Trafford. Ia mencetak 237 gol dalam 404 penampilan, menempatkannya di peringkat ketiga sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa bagi United, di bawah Wayne Rooney dan Bobby Charlton.

Selain mempersembahkan prestasi di lapangan, Denis Law juga menjadi ikon di Old Trafford, di mana dua patung didirikan sebagai bentuk penghormatan atas kontribusinya. Dia juga dikenal sebagai satu-satunya pemain Skotlandia yang meraih penghargaan Ballon d’Or, yang diraihnya pada tahun 1964.

Sepanjang kariernya, Denis Law berhasil memecahkan rekor transfer di Inggris sebanyak tiga kali. Namun, kehidupan pribadinya mengalami tantangan setelah didiagnosis dengan Alzheimer dan demensia pada tahun 2021, yang menjadi beban berat setelah pensiun dari dunia sepak bola.

Kepergian Denis Law meninggalkan duka mendalam bagi penggemar sepak bola, keluarganya, dan semua yang mengenalnya sebagai legenda. Keluarganya mengonfirmasi bahwa Law meninggal dunia pada hari Jumat, menyatakan, “Dengan hati yang berat, kami mengumumkan kepergian ayah kami, Denis Law. Dia telah berjuang dalam perang yang sulit, tetapi kini dia telah menemukan ketenangan. Kami berterima kasih kepada semua yang berkontribusi dalam perawatan dan kesejahteraannya. Duk
Dalam pertemuan itu, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Dito melakukan diskusi dengan Patrick Kluivert mengenai perkembangan sepak bola Indonesia. Setelah hampir 30 menit berbincang, Menpora Dito bersama Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menggelar konferensi pers di Media Center Kemenpora.

“Hari ini, saya bersama Wakil Menpora Taufik menerima kunjungan pertama Pelatih Timnas Indonesia, Patrick Kluivert, yang datang langsung bersama Ketua Umum PSSI. Saya melihat antusiasme yang tinggi dari tim pelatih baru saat berada di Indonesia,” ungkap Menpora Dito.

Menpora Dito juga menyoroti salah satu bentuk antusiasme Patrick Kluivert dan tim pelatih lainnya, yaitu setelah kunjungan ke Kemenpora, mereka langsung menuju Stadion Madya, Jakarta, untuk menyaksikan latihan Timnas U-20.

“Tim pelatih yang baru ini menunjukkan semangat yang luar biasa. Setelah kunjungan ke Kemenpora, mereka langsung pergi untuk melihat latihan Timnas U-20. Selanjutnya, pada bulan Februari mendatang, mereka akan kembali ke Indonesia untuk menilai potensi dan talenta di beberapa daerah,” tambah Menpora Dito.

Menurut Menpora Dito, tim pelatih di bawah asuhan Patrick Kluivert sangat bersemangat untuk memaksimalkan proses pencarian bakat dan pengembangan pemain di Indonesia. “Semoga kehadiran pelatih baru ini dapat membawa kemajuan yang lebih baik bagi Tim Nasional Indonesia,” harap Menpora Dito.

 

Baca Juga : Arsenal Mengalahkan Tottenham untuk Membangkitkan Kembali Tantangan Gelar 

 

Sementara itu, Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, dalam konferensi pers tersebut menyatakan bahwa diskusi antara Menpora Dito, PSSI, dan Patrick Kluivert bertujuan untuk mendorong pencapaian sepak bola Indonesia di kancah dunia.

“Untuk mencapai prestasi tersebut, tentu banyak tugas yang harus diselesaikan, termasuk dalam proses pencarian bakat yang salah satunya melalui peninjauan latihan Timnas U-20 yang dilatih oleh Indra Sjafrie. Semua ini merupakan bagian dari upaya untuk membawa sepak bola Indonesia ke pentas dunia sesuai harapan Presiden Prabowo Subianto,” tutur Erick. (amr)

# Kontroversi Pergantian Pelatih Timnas Indonesia: Shin Tae-yong Bukan yang Pertama

Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) baru saja mengambil keputusan untuk mengakhiri kerja sama dengan Shin Tae-yong sebagai pelatih Timnas Indonesia. Tindakan ini bukanlah hal baru dalam sejarah sepak bola nasional yang sarat dengan kontroversi.

Setelah lima tahun bersama, PSSI memutuskan untuk menghentikan kontrak pelatih asal Korea Selatan ini, yang dimulai pada akhir 2019 dan akan berakhir pada awal Januari 2025. Keputusan ini muncul karena banyaknya perhatian publik terkait prestasi yang ditorehkan Shin Tae-yong selama masa jabatannya.

Di bawah kepemimpinannya, Tim Garuda berhasil kembali berpartisipasi dalam Piala Asia, turut berkompetisi di Piala Asia U-23, dan mencapai putaran ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Kedekatan tim dengan peluang lolos ke Piala Dunia 2026 membuat banyak penggemar merasa kecewa dengan keputusan PSSI ini.

Namun, perlu dicatat bahwa kontroversi pemecatan pelatih di Timnas Indonesia bukanlah kejadian baru. Sejarah mencatat beberapa pelatih lain yang juga mengalami hal serupa.

# Luis Milla: Mengubah Gaya Permainan, Namun Gagal Meraih Target

Salah satu pelatih yang pernah mengalami nasib serupa adalah Luis Milla, yang menjabat sebagai pelatih Timnas Indonesia dari awal 2017 hingga pertengahan 2018. Pelatih asal Spanyol ini memberikan pengaruh signifikan dengan memimpin tim senior serta tim U-22 yang berpartisipasi di SEA Games 2017 dan Asian Games 2018.

Di bawah bimbingannya, banyak pemain muda berbakat seperti Saddil Ramdani, Septian David Maulana, dan Febri Hariyadi berkembang pesat. Gaya permainan tiki-taka yang diterapkan Milla sempat memukau penggemar, dengan tim menunjukkan kemampuan operan pendek yang memikat.

Namun, meskipun ada peningkatan permainan, Timnas Indonesia U-22 hanya mampu meraih medali perunggu di SEA Games 2017 dan sejauh itu baru mencapai babak 16 besar di Asian Games 2018—di mana PSSI berharap meraih medali emas di SEA Games 2017 dan mencapai semifinal di Asian Games 2018.

Akibatnya, kontrak Luis Milla tidak diperpanjang oleh PSSI, dan performa Timnas Indonesia menurun drastis. Tim yang dilatih Bima Sakti tampil kurang memuaskan di Piala AFF 2018, begitu pula di bawah Simon McMenemy pada Kualifikasi Piala Dunia 2022.

Sebelum menunjuk Shin Tae-yong, PSSI sempat menjajaki kemungkinan kerja sama lagi dengan Luis Milla pada 2019, tetapi rencana tersebut tidak terwujud, dan PSSI akhirnya memilih Shin sebagai pelatih baru.

# Alfred Riedl: Korban Konflik Kepentingan Manajemen PSSI

Pelatih asal Austria, Alfred Riedl, juga pernah memimpin Timnas Indonesia di beberapa kesempatan. Di bawah bimbingannya, Timnas Indonesia berhasil mencapai final Piala AFF dua kali, tepatnya pada tahun 2010 dan 2016. Namun, keputusan paling kontroversial terjadi setelah Riedl membawa Timnas ke final Piala AFF 2010, ketika PSSI secara mendadak memutuskan untuk memberhentikannya menjelang SEA Games 2011.

Kontroversi pemecatan pelatih di tim nasional terus berlanjut, memperlihatkan tantangan yang dihadapi oleh manajemen dalam menentukan arah dan strategi pengembangan sepak bola Indonesia.
Keputusan yang diambil oleh PSSI tidak bisa dipisahkan dari adanya konflik kepentingan di dalam organisasi tersebut. Arifin Panigoro dan Nirwan Bakrie dipandang sebagai sosok sentral di balik dua kelompok yang saling bersaing dalam kepengurusan PSSI, yang kemudian menjadi terkenal dengan istilah dualisme sepak bola Indonesia.

Pada saat terpilih sebagai Ketua PSSI, Djohar Arifin Husin pernah menyatakan tekadnya untuk mempertahankan pelatih Riedl, mengingat ada dua agenda besar yang harus dihadapi dalam waktu dekat: kualifikasi Piala Dunia dan SEA Games.

Namun, hanya sehari setelah pernyataannya tersebut, Riedl justru dipecat. Alasannya yaitu kontraknya bukan dengan PSSI, melainkan dengan Nirwan Bakrie. Ironisnya, Riedl tidak mendapatkan pemberitahuan apapun mengenai pemecatannya dari pengurus PSSI. “Hingga hari ini, saya belum bertemu dengan siapa pun dari kepengurusan baru PSSI. Saya mengetahui tentang pemecatan ini dari media, bukan dari pengurus PSSI. Saya merasa bingung dan merasa dimusuhi,” ungkap Riedl pada 15 Juli 2011. Ia kemudian menegaskan, “Kontrak saya dengan PSSI, bukan secara personal. Saya tidak ingin menandatangani kontrak pribadi, sebab jika terjadi masalah, saya tidak dapat membawanya ke FIFA. ”

 

Baca Juga : Minuman Beralkohol Terbaik di Jepang 

 

Ketika Wim Rijsbergen ditunjuk sebagai pelatih Timnas Indonesia di bawah kepemimpinan Djohar Arifin Husin, kontroversi masih berlanjut. Meskipun Wim adalah legenda sepak bola Belanda yang pernah berpartisipasi dalam tim yang meraih posisi runner-up di Piala Dunia 1974 dan 1978, ia gagal membawa Timnas Indonesia menuju kesuksesan.

Selama enam bulan kepelatihannya, Wim tidak mampu memberikan hasil yang memuaskan. Ia mengalami kegagalan pada awal Kualifikasi Piala Dunia 2014 dan hanya berhasil memimpin Timnas Indonesia meraih dua kemenangan dari sebelas pertandingan yang dijalani. Dalam sebuah wawancara dengan media Belanda, Wim mengungkapkan kekecewaannya, “Melatih di Indonesia adalah sebuah mimpi buruk. Sangat sulit untuk berurusan dengan baik dan benar di negara ini. ” Beberapa tahun setelah dipecat, ia malah menambahkan, “Saya bisa gila jika terus di Indonesia! ”

Salah satu kontroversi lainnya adalah cara PSSI memecat Wim dari posisinya. PSSI di bawah Djohar Arifin Husin mengangkat Wim sebagai supervisor Timnas Indonesia, dengan alasan untuk menghindari kerugian atau lebih tepatnya, tidak ingin membayar kompensasi jika pelatih tersebut dipecat. “Kan kontrak dua tahun, sayang jika disia-siakan,” tegas Djohar, menegaskan bahwa PSSI sengaja mempertahankan Wim di Timnas Indonesia karena ia masih terikat kontrak.

Translate »